Minggu, 31 Agustus 2008

Surat Utang Koperasi


Info lumayan buat koperasi yang perlu likuiditas lebih, sayang detil sisdurnya tidak ada. Kira-kira ada yang bisa berbagi info dengan saya mengenai hal ini?

Bagi rekan yang ingin tahu, ini copy paste saya dari situsnya depkop. Monggo dilanjut.... oiya link aslinya dari sini JAKARTA: Pemerintah memperkenalkan surat utang koperasi (SUK) yang merupakan inovasi pembiayaan jangka panjang di luar sektor perbankan, untuk untuk memperkuat struktur keuangan koperasi.

SUK juga dapat berperan sebagai alat untuk menghimpun dana untuk memenuhi kebutuhan likuiditas koperasi yang cukup besar. Untuk mengetahui lebih jauh tentang program ini, Bisnis mewawancarai Akhmad Junaidi, Asisten Deputi Urusan Restrukturisasi Usaha pada Kementerian Koperasi dan UKM. Petikannya:Koperasi menerbitkan surat utang. Rating harus dilakukan?
Harus. Itu menunjukkan kemampuan koperasi mengembalikan pinjaman. Pokok pinjaman yang disekuritisasi. Koperasi A NPL-nya ditetapkan 5%. Ya, kita membiayai sampai dengan 95%. Yang di-rating itu piutangnya, kemampuan membayarnya. SUK berisi kesanggupan membayar kewajiban, dengan waktu dan bunga yang ditetapkan.
Pelaku yang dibutuhkan apa saja?
Tiga, yakni koperasi penerbit, pengelola, dan penatalaksana dana. Ditambah lagi harusnya ada yang namanya lembaga profesi jasa penunjang, seperti notaris, dan akuntan. Kalau nanti dikomersialisasi [diperjual belikan] harus menambah manajer investasi dan underwriter.
Kita baru punya empat.Kenapa penatalaksana diserahkan ke Pos Indonesia?
Kami ini kan, pemerintah. Tidak bisa menyalurkan dana secara langsung, memberi pinjaman atau membeli surat utang koperasi. Nanti 'dimarahi' sama departemen keungan. Oleh karena itu bekerja sama dengan penata laksana dana untuk mewakili program kami, sebagai kuasa Kemenkop untuk jalankan proyek ini. Kalau ada yang menerbitkan SUK kami menjamin pembeliannya.
Kenapa Pos?
Karena dia mempunyai izin usaha, bisa bisnis jasa keuangan, mempunyai jaringan banyak, fasilitas pembukaan rekening. Kami bukan menjamin risiko. IKSP [induk koperasi simpan pinjam] yang menyeleksi penerbit dan menanggung risikonya.
Pemeringkat koperasi dan underwriter-nya IKSP?
ISKP dan Inkopsyah-BMT yang menyediakan daftar calon penerbit surat utang. Ini bagian dari performa dia. Kami ingin mendidik agar mereka bisa lebih tertib dalam mengelola dana, karena nanti dia jualan sendiri ke anggota ya, harus begitu. Saya yakin dengan makin ketat persyaratan, orang makin percaya.
Bagaimana agar surat itu bisa diperjualbelikan?
Kalau ini kami evaluasi hasilnya bagus, bisa masuk ke fase komersialisasi. Artinya, dana yang dihimpun KSP [koperasi simpan pinjam] bukan dari pemerintah, tetapi masuk ke pasar sekunder.
Ini bisa saja kalau tertib dan bagus, kami akan kumpulkan penerbit surat utang itu, cari kesepakatan, dan mencari investor yang mau membeli. Kumpulan dari penerbit SUK ini bisa kita sekuritisasi, misalnya membuat kontrak investasi kolektif efek beragun aset (KIK-EBA). Tinggal carikan investornya, mungkin dana pensiun. Kalau bentuknya SUK, dijual ke dana pesiun tidak boleh.
Sekarang ada aturan baru Bappepan-LK tentang KIK-EBA untuk tujuan khusus di atas Rp1 miliar. Ini bisa dijalankan. Koperasi yang kita danai bisa menjual KIK-EBA lebih dari Rp1 miliar.
Ini bisa kalau perangkatnya ada. Ini instrumen jauh lebih gampang, lebih sederhana, karena menerbitkan SUK bisa dalam satu entity. Nanti koperasi akan mudah mencari uang di pasar modal.
Kita tunggu saja, KIK-EBA untuk tujuan khusus. Kami akan koordinasi dengan Bapeppam LK, kalau bisa nominalnya bisa kurang dari Rp1 miliar agar calon pembelinya lebih banyak.
Butuh berapa lama?
Saya berharap tahun ini kami konsultasi dengan Bappepan. Kami punya pilot project selama dua tahun. Hasilnya seperti ini, bisa nggak masuk ke tahap ini.
Dari pihak koperasi, apa yang perlu disiapkan?
Koperasi sudah matang tinggal administrasinya. Ibaratnya, mereka [induk koperasi] ini sudah seperti nyetir mobil mercy, [koperasi penerbit] barangnya sudah bagus.Regulasi bagaimana?
Tahun ini baru kami siapkan regulasi SUK. Aturannya seperti apa. Yang kita punya baru tahap proyek. Regulatornya sepanjang menyangkut KSP ya, di sini.
Akan tetapi pada saat dikomersialisasikan melalui pasar modal ya, diintegrasikan ke sana. Bagian simpan pinjam diselesaikan di sini, kan, ada pejabat penilai kesehatan koperasi.
Semua koperasi bisa terbitkan SUK?
Kami tidak akan melayani KSP yang tidak terintegrasi dengan sekundernya, harus harus via sekunder. Kami inginkan yang terintegrasi, artinya ada proses standardisasi. Saat ini mulai ada pendidikan kompetensi simpan pinjam.

May 26, 2008

Pewawancara: Moh. Fatkhul Maskur
Sumber : Bisnis Indonesia

http://yusufarif.blogspot.com/2008/05/surat-utang-koperasi.html

Induk koperasi pertanyakan proyek pelatihan TI


JAKARTA (Bisnis): Sejumlah induk koperasi mempertanyakan realisasi program pelatihan teknologi informasi (TI) yang dianggarkan pada tahun lalu senilai Rp280 juta.
“Saya tidak tahu hal tersebut, IKSP tidak ikut program itu,” ujar Direktur Induk Koperasi Simpan Pinjam (IKSP) Dwinda P. Ruslan.

Berdasarkan dokumen yang diperoleh Bisnis, pelatihan TI bagi pengelola induk koperasi menjadi salah satu program Dekopin yang dibiayai APBN senilai Rp70 miliar. Program tersebut dilatarbelangi oleh perkembangan teknologi informasi yang cepat, sedangkan banyak pengurus dan pengelola induk–induk koperasi masih gagap teknologi.

Berdasarkan kerangka acuan dan rencana anggaran biaya, materi pelatihan yang direncanakan mencakup pengenalan ruang lingkup teknologi informasi, manajemen komputasi, jaringan teknologiI, website, browsing, magang, dan evaluasi dan rencana tindak lanjut.
“Nggak dilibatkan kami [dalam masalah pelatihan itu],” ujar Sekretaris Umum Induk Koperasi Syirkah Muawanah (Inkopsim) Fathan Subhi.

Fathan mengatakan tidak tahu ada program tersebut. Kalau pun ada, kata dia, barangkali hanya yang dianggap dekat dengan Ketua Dekopin Adi Sasono yang dilibatkan dalam program tersebut. “Sebab dulu Inkopsyim mendukung Benny Passaribu, sebagai calon ketua Dekopin,” ujarnya. (bisnis.com). April 5th, 2008.

Pemerintah Tetapkan 1 Ramadan 1429 H Jatuh 1 September 2008

1 Ramadan 1429 H = 1 September 2008

Melalui sidang isbat, pemerintah akhirnya menetapkan bahwa awal puasa 1 Ramadan 1429 H jatuh pada Senin, 1 September 2008. Dari 27 tempat yang dilakukan ru'yat, hilal bisa dilihat di empat tempat.

"Izinkanlah kami untuk menetapkan bahwa 1 Ramadan 1429 H jatuh pada tanggal 1 September 2008," jelas Menteri Agama Maftuh Basyuni saat memimpin sidang isbat di kantor Departemen Agama (Depag), Jl. Lapangan Banteng, Jakarta Pusat, Minggu (31/8/2008).

Menurut Menag, pemerintah mendapat laporan rukyat hilal dari 27 tempat. "Namun dari 27 tempat itu, hanya di empat tempat hilal bisa dilihat," ujar Menag.

Sabtu, 30 Agustus 2008

IKSP siapkan pinjaman likuiditas Rp.41 miliar

IKSP siapkan pinjaman likuiditas Rp41 miliar

JAKARTA: Induk Koperasi Simpan Pinjam (IKSP) pada tahun ini berencana menyalurkan pinjaman sedikitnya Rp41 miliar, untuk membantu likuiditas koperasi anggota dan calon anggota.Berdasarkan rancangan dokumen rapat anggota tahunan (RAT) IKSP 2008, sumber dana itu mencakup penempatan dan pinjaman Kospin Jasa Pekalongan, serta penerbitan surat utang koperasi.Selain itu, pinjaman Lembaga Pengelola Dana Bergulir (LPDB), PT Permodalan Nasional Madani (PNM), dan dana program penjaminan pemerintah di Bukopin."Idealnya IKSP ini menghimpun dana dari koperasi anggota yang likuid, untuk disalurkan lagi ke anggota yang lain [yang butuh dana]," ujar Direktur Eksekutif IKSP Dwinda Ruslan kepada Bisnis, baru-baru ini.Akan tetapi, katanya, saat ini hanya Kospin Jasa Pekalongan menempatkan dananya di IKSP karena hampir seluruh koperasi anggota maupun calon anggota justru membutuhkan dana untuk disalurkan.Terkait dengan hal itu, IKSP menghimpun pinjaman dari nonanggota, yang bunganya rata-rata 14% per tahun, untuk disalurkan ke anggota dengan bunga 16%.PNM tahun ini mencadangkan pinjaman Rp5 miliar sehingga bila digabung dengan tahun sebelumnya menjadi Rp13miliar. Sedangkan, dana dari Bukopin merupakan sisa pinjaman program penjaminan pemerintah Rp3 miliar, yang kini diganti kredit usaha rakyat (KUR).Pinjaman dari LPDB akan disalurkan kepada 39 - 45 koperasi yang relatif baik manajemennya dengan plafon Rp500 juta. "Mereka sudah terdata, karena beberapa kali mengirim laporan keuangan sehingga bisa kami lihat kelayakannya."Selain itu, IKSP juga akan melanjutkan fasilitas penerbitan surat utang koperasi (SUK) senilai Rp5 miliar. Saat ini IKSP berhasil menfasilitas penerbitkan instrumen utang untuk tujuh koperasi.Ketua KSP Kodanua H.R. Soepriono menilai SUK merupakan salah satu instrumen alternatif untuk menutup kekurangan likuiditas, mengingat kebutuhan besar pinjaman anggota koperasi."Kodanua justru butuh dana untuk disalurkan ke anggota, sehingga kami belum berencana menempatkan dana di IKSP. Kami justru berencana menerbitkan SUK untuk dijual ke anggota," ujarnya.Butuh danaDwinda mengatakan penyaluran pinjaman IKSP kepada anggota dan calon anggota terus meningkat. Pada 2006, outstanding pinjaman Rp6 miliar, dan tahun lalu tumbuh menjadi Rp18 miliar.Hal ini membuktikan kebutuhan pengembangan anggota koperasi yang besar. "Kami terus mencari portofolio lain, di samping pinjaman dari anggota," ujarnya.Apalagi, IKSP yang dijadwalkan menggelar RAT di Bandar Lampung, 14 - 15 Juni 2008, juga akan menambah 20-an anggota dan memperluas cakupan wilayah sasaran ke 15 provinsi.Induk koperasi yang berkantor di Jl Raden Saleh, Cikini, itu saat ini memiliki anggota 28 koperasi simpan pinjam, dan 65 koperasi calon anggota yang tersebar di delapan provinsi.Dwinda mengatakan faktor yang meluluskan keanggotaan IKSP, a.l. kontribusi koperasi sejak minimal dua tahun terakhir, ketertiban membayar iuran dan laporan bulanan.IKSP, lanjutnya, tidak hanya menjadi lembaga interlending dan sumber pinjaman anggota, tetapi juga sebagai penyedia keahlian bagi mereka. "Dalam arti hardware, dan software adalah orangnya. Kami berharap IKSP membangun KSP menjadi bank mikro. Dengan demikian gap kebutuhan pinjaman mikro dapat terpenuhi dari keberadaan KSP itu."Dia berpendapat keberadaan koperasi simpan pinjam menjadi kunci pembangunan pedesaan di Indonesia. Dengan lembaga keuangan mikro yang kuat, kebutuhan pembiayaan mikro di 10.000-an desa dengan mudah terpenuhi."Jalur sudah ada. Induk-induk koperasi simpan pinjam, banyak. IKSP, Induk koperasi syariah (inkopsyah) dan Induk Koperasi Kredit (Inkopdit), tiap-tiap 3.000 unit." (fatkhul.maskur@bisnis.co.id)

Aliansi Strategis PNM-IKSP


Aliansi Strategis PNM-IKSP

Suatu kenyataan bahwa koperasi mempunyai potensi yang cukup besar, khususnya dari segi keanggotaan dan kelembagaan yang jumlahnya sangat banyak dan tersebar di segenap lapisan masyarakat. Namun kenyataan lain menunjukkan bahwa lembaga ekonomi kerakyatan ini masih menghadapi banyak kendala, sehingga peranannya masih jauh dari harapan.

Permasalahan inilah yang kini menjadi salah satu perhatian PT PNM (Persero), yaitu bagaimana membantu memberdayakan koperasi sehingga mampu menjadi ujung tombak perekonomian.
Berangkat dari kondisi tersebut, maka langkah yang ditempuh PNM yaitu dengan menerapkan pola yang lebih terpadu, mencakup pendanaan (financial assistance) dan pembinaan (technical assistance). Penerapan kedua bidang kegiataan itu harus sejalan dengan karakter koperasi, dengan aneka permasalahan yang melingkupinya.

Untuk melaksanakan tujuan tersebut, PNM telah merangkul Induk Koperasi Simpan Pinjam (IKSP), sebuah koperasi sekunder yang berdiri sejak 1997, beranggotakan Koperasi Simpan Pinjam (KSP) dan Unit-unit Simpan Pinjam (USP) dari koperasi lainnya. Kesungguhan itu diwujudkan dengan melakukan penyertaan modal sebesar Rp 2 miliar pada Desember 1999. Selain itu, PNM juga memberikan bantuan manajemen dan pinjaman dana sebesar Rp 15 miliar. Dana itu telah dimanfaatkan oleh IKSP untuk membiayai KSP dan USP yang menjadi anggotanya. “Diutamakan untuk pengembangan simpan pinjam, baik di KSP maupun USP di koperasi umum yang sudah otonom,” kata H.T.A. Jamaldi T.A, Kabag Umum IKSP.

Dengan masuknya PNM, maka kegiatan IKSP semakin leluasa dalam membiayaan KSP dan USP. Hingga Desember 2000, tak kurang dari 24 KSP dan USP yang sudah mendapat pinjaman, dengan jumlah keseluruhan mencapai Rp 12 miliar. Dana tersebut kemudian diteruskan oleh KSP/USP kepada anggotanya yang umumnya pedagang dan sebagian pengrajin. Tingkat bunga dari PNM ke IKSP sebesar 16 persen, dan oleh IKSP disalurkan 19 persen, ditambah provisi (1 persen), administrasi (0,2 persen), dan cadangan tujuan risiko (0,2 persen).

Dalam proses pemberian pinjaman ini, pihak IKSP dibantu sepenuhnya oleh PNM, khususnya untuk pinjaman di atas Rp 200 juta. “Untuk kredit di atas Rp 200 juta langsung diproses oleh PNM, meskipun dalam penyalurannya tetap melalui IKSP,” tambah Jamaldi. Sampai saat ini, menurut Jamaldi, pengembaliannya masih lancar. Malahan kini sedang dilakukan audit. Apabila dari audit itu menunjukkan hasil yang baik, maka kemungkinan PNM akan menambah lagi sebesar Rp 15 miliar.

Meskipun dari segi sumber pendanaan relatif tidak masalah, namun pihak IKSP mengakui tidak mudah menemukan koperasi yang benar-benar layak. “Ada KSP yang baik, tetapi tidak membutuhkan dana; ada juga yang membutuhkan dana tetapi kondisinya kurang baik,” jelas Jamaldi. Namun dengan adanya kerja sama ini, banyak manfaat yang bisa dipetik baik bagi IKSP maupun PNM. Bagi IKSP sudah jelas, permodalannya lebih kuat dan ketersediaan dana lebih banyak, selain juga transfer pengetahuan melalui bantuan manajemen.

Sedangkan bagi PNM, kerjasama ini telah mampu memperluas jangkauan pasarnya tanpa harus mengeluarkan investasi yang besar, baik untuk kantor, SDM, maupun sistem. Agaknya, aliansi strategis seperti ini patut dikembangkan, lebih lagi di kalangan koperasi. Hal tersebut sejalan dengan kecenderungan pergeseran strategi bisnis sekarang dari kompetisi (competition) menuju kerjasama (cooperation) dan kolaborasi (collaboration).*
12 February 2001
http://www.pnm.co.id/content.asp?id=390&mid=77